BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada era sekarang,
lembaga keuangan yang berlabel syariah
berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka
ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab. Banyak masyarakat yang masih
bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua
produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan
seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk
tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah
Mura>bahah.
Mura>bah}ah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan
sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam
perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan.
Karena keuntungan yang menjanjikan itulah sehingga semua atau hampir
semua lembaga keuangan syariah menjadikannya
sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.
- Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
Mura>bah}ah ?
2. Apakah dasar
hukum Mura>bah}ah dalam Islam?
|
3. Bagaimana rukun dan syarat Mura>bahah?
4. Apa saja jenis
Mura>bahah?
5. Bagaimana
ketentuan umum Mura>bah}ah menurut fatwa DSN MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000 ?
6. Bagaimana praktek akad Mura>bah}ah pada Bank Syari'ah ?
7. Bagaimana manfaat dan resiko Mura>bah}ah
kepada perbankan Syariah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Mura>bah}ah
2. Untuk
mengetahui dasar hukum Mura>bah}ah dalam
Islam
3. Untuk
mengetahui bagaimana rukun dan syarat Mura>bahah
4. Untuk
mengetahui apa saja jenis Mura>bahah
5. Untuk
mengetahui bagaimana ketentuan umum Mura>bah}ah menurut fatwa DSN MUI
No: 04/DSN-MUI/IV/2000
6. Untuk mengetahui bagaimana
praktek akad Mura>bah}ah pada Bank Syari'ah
7. Untuk mengetahui bagaimana
manfaat dan resiko Mura>bah}ah kepada perbankan Syariah
BAB II
AKAD MURA>BAHAH
A.
Definisi
Mura>bahah
Kata Mura>bah}ah diambil
dari bahasa Arab, dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti keuntungan.[1] Sedangkan
menurut istilah, Mura>bah}ah adalah :
بَيْعٌ بِمِثلِ الثمَنِ الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ
“Jual beli dengan harga
awal disertai dengan tambahan keuntungan” [2]
Menurut ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri
mendefinisikan Mura>bah}ah adalah menjual barang dengan harga pokok
beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan Wahbah az-Zuhaili mendefinisikannya adalah jual beli
dengan harga pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.[3]
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa
DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Mura>bah}ah
adalah “ menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada
pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba”.[4]
Jadi singkatnya, Mura>bah}ah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga pokok ditambah
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Tentang adanya “keuntungan yang
disepakati”, penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang
dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.[5] Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk
nominal rupiah tertentu atau persentase dari harga pembeliannya.[6]
Jual
beli Mura>bah}ah pada hakikatnya adalah jual beli amanah
(berdasarkan kepercayaan) dan transparan, karena pihak pembeli mempercayai perkataan
pihak penjual tentang harga perolehan (pokok) suatu barang yang menjadi obyek
jual beli tanpa ada bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan
prasangka buruk.[7]
Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surah al-Anfal 27:
$pkš‰r'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqß™§9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ
Artinya : “ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.[8]
Rasulullah SAW
bersabda :
مَنْ غَـشَّـنَا فـَلـَيْسَ مِنَّا
”Barangsiapa yang
menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami” (HR. Muslim).
Oleh
karena itu, untuk menjaga kepercayaan tersebut maka ada beberapa hal
yang mesti dijelaskan kepada pembeli, diantaranya adalah :[9]
a)
Adanya cacat atau aib
yang terjadi pada obyek jual beli
Jika
dalam jual beli Mura>bah}ah terdapat cacat pada
barang, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama fiqh, yaitu: menurut
ulama Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang,
karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut. Sementara
jumhur ulama tidak membolehkan menyembunyikan cacat barang yang dijual karena
hal tersebut termasuk khianat.
b)
Terjadinya penambahan
pada obyek
Jika terdapat unsur tambahan pada barang yang dijual
seperti obyeknya melahirkan anak, jika obyek itu binatang, atau obyek tersebut
berbuah, maka menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah hal tersebut tidak
boleh dijual secara Mura>bah}ah sampai ada penjelasan, karena sesuatu
yang tumbuh atau berasal dari obyek jual beli merupakan bagian dari obyek
tersebut tanpa harus mengurangi harga.
B.
Dasar Hukum Mura>bahah
a. Al-Qur’an
1) Surah An-Nisa’ (4) ayat : 29
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr&
Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu ÇËÒÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”[10]
2) Surah Al-Baqarah (2) ayat : 275
……. ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya : ...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. [11]
3) Surah Al-Baqarah
(2) ayat : 280
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
Artinya: “Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui”.[12]
4) Surah Al-Baqarah (2) ayat 283:
bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»ydÌsù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ Ïjxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,Guø9ur ©!$# ¼çm/u 3 wur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6t ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOÎ=tæ ÇËÑÌÈ
Artinya: “
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu
(para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[13]
b. Hadits
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْخَلاَّلُ, حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنِ ثَابِتٍ الْبَزَّار.
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْن القَا سِمِ, عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ (عَبْدِ الرَّحِيْمِ)
بْنِ دَاوُدَ, عَنْ صَالشحِ بنِ صُهَيْبٍ, عَنْ اَبِيْهِ, قَالَ: قَالَ رسول الله
عليه وسلّم, ثَلاَثُ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ, اَلْبَيْعُ اِلَى اَجَلٍ, وَالْمُقَا
رَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبِرَّ بِاالشِّعِيْرِ لِلْبَيْتِ, لاَلِلْبَيْعِ.
Artinya: “Diriwayatkan oleh Hasan bin Ali
al-Khallal, diriwayatkan oleh Bisyru bin Tsabit al-Bazzar. Diriwayatkan oleh
Nashr bin Qasim dari Abdir Rahman bin Daud. Dari Shalih bin Shuhaib ra, dari
ayahnya berkata : bahwa Rasulullah Saw bersabda : “ Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan ; jual beli secara tangguh, muqaradah (Mura>bahah) dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majjah).[14]
c. Ijma ‘
Mayoritas
ulama berpendapat tentang kebolehan jual beli dengan cara Mura>bah}ah seperti
Ibnu Rusyd, dan al-Kasani.
d. Kaidah Fiqh, yang menyatakan:
الأَصْلُ فِى
المُعَامَلاَتِ الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
e. Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI :
a)
Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April
2000 tentang Mura>bahah,
b)
Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16
September 2000 tentang Uang Muka Dalam Mura>bahah,
c)
Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16
September 2000 tentang Diskon Dalam Mura>bahah,
d)
Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16
September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran,
dan
e)
Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28
Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Mura>bahah.[15]
C.
Rukun dan Syarat Mura>bahah
Mura>bah}ah sebagai salah satu bentuk jual beli yang memiliki rukun
yang harus dipenuhi, sehingga Mura>bah}ah dapat dikatakan sah menurut
syari’at dan rukun dari Mura>bah}ah itu sendiri adalah sebagai
berikut :[16]
a.
Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu:
a)
Ba’i (penjual)
b)
Musytary (pembeli)
b.
Obyek yang diakadkan (Ma’qud ’Alaih), yang
mencakup:
a)
Mabi’ (barang yang di jualbelikan)
b)
Tsaman (harga)
c.
Sighat
yang terdiri dari:
a)
Ijab
(serah)
b)
Qabul
(terima)
Adapun syarat Mura>bahah, Wahbah
az-Zuhaili mengatakan bahwa
dalam jual beli Mura>bah}ah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu :[17]
1.
Mengetahui
harga pokok
Dalam jual-beli Mura>bah}ah
disyaratkan pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pokok atau harga asal
karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli. Syarat ini meliputi
semua transaksi yang terkait dengan Mura>bahah, seperti pelimpahan wewenang (tauliyah),
kerjasama (Isyrak), dan kerugian (Wadhi’ah), karena semua
transaksi ini berdasarkan pada harga pertama. Jika tidak mengetahuinya, maka
jual beli tersebut tidak sah hingga di tempat transaksi. Dan jika tidak
diketahui hingga keduanya meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transaksi
itu.
2.
Mengetahui
besarnya keuntungan
Mengetahui jumlah (margin)
keuntungan adalah keharusan, karena keuntungan merupakan bagian dari harga,
sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual-beli.
3.
Harga pokok dapat dihitung dan diukur
Harga pokok harus
dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Harga bisa
menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda. Syarat ini
diperlukan dalam Mura>bahah, baik ketika jual beli dilakukan dengan
penjual yang pertama dan seterusnya.
4.
Jual beli Mura>bah}ah
tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba.
5.
Akad jual beli pertama harus sah.
Jika akad pertama tidak sah maka jual beli Mura>bah}ah
tidak boleh dilaksanakan, karena Mura>bah}ah adalah jual beli
dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli pertama tidak sah maka
jual beli Mura>bah}ah selanjutnya juga tidak sah.
D.
Jenis Mura>bahah
Mura>bah}ah
dapat
dibedakan menjadi dua macam :
1. Mura>bah}ah
tanpa
pesanan, maksudnya pihak Bank Syariah tetap menyediakan barang dagangannya, walau ada atau
tidak ada yang memesan atau membeli. Penyediaan barang pada Mura>bah}ah ini tidak
terpengaruh atau terikat langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli.
2. Mura>bah}ah berdasarkan pesanan, maksudnya pihak Bank Syariah baru akan melakukan transaksi Mura>bah}ah
apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru
dilakukan jika ada pesanan. Pada Mura>bah}ah ini, pengadaan barang
sangat terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut. [18]
Mura>bah}ah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua macam,
yakni :
a.
Mura>bah}ah berdasarkan pesanan dan
bersifat mengikat, maksudnya barang yang sudah dipesan atau dibeli harus dibeli. Dalam prakteknya, Bank Syariah dapat melakukan
cara untuk mengikat nasabah adalah :
a)
Meminta uang muka (urbun) dari harga barang kepada
nasabah. urbun adalah suatu bukti
keseriusan dalam transaksi Mura>bahah.
Menurut PSAK 59 paragraf 59 menyebutkan bahwa bank dapat meminta kepada
nasabah berupa urbun sebagai uang
muka pembelian barang pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.[19]Dalam
fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 13/DSN-MUI/IX/2000 juga
menjelaskan tentang Uang Muka Dalam
Mura>bahah, yang
bunyinya sebagai berikut:[20]
a)
Dalam
akad pembiayaan Mura>bahah,
Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila
kedua belah pihak bersepakat.
b)
Besar
jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
c)
Jika
nasabah membatalkan akad Mura>bahah, nasabah harus memberikan ganti rugi
kepada LKS dari uang muka tersebut.
d)
Jika
jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada
nasabah.
e)
Jika
jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya
kepada nasabah.
b). Adanya jaminan
Jaminan merupakan salah satu cara untuk
mengurangi resiko apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan tersebut
merupakan second way out apabila nasabah tidak dapat menyelesaikan
kewajibannya dengan cara menjual jaminan tersebut untuk memenuhi kewajibannya.
Dalam fatwa DSN MUI dijelaskan tentang ketentuan jaminan dalam Mura>bah}ah
:
a)
Jaminan
dalam Mura>bah}ah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
b)
Bank
dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
b.
Mura>bah}ah berdasarkan pesanan
dan tidak bersifat mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang,
tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang
tersebut.
Sedangkan
jika dilihat dari cara pembayarannya, maka Mura>bah}ah dapat dilakukan
dengan cara tunai atau dengan cicilan (Mura>bah}ah muajjal). Mura>bah}ah
muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan
pembayaran kemudian baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus).
Bank akan dapat memberikan potongan kepada nasabah apabila :[21]
a)
Mempercepat pembayaran cicilan, dan
b)
Melunasi piutang Mura>bah}ah sebelum
jatuh tempo
|
E.
Ketentuan Umum Mura>bah}ah
Menurut Fatwa DSN-MUI NO:
04/DSN-MUI/IV/2000
a.
Ketentuan
Umum Mura>bah}ah dalam Bank Syariah
1)
Bank
dan nasabah harus melakukan akad Mura>bah}ah yang bebas riba.
2)
Barang
yang diperjualbelikan tidak
diharamkan oleh syari’at Islam.
3)
Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
4)
Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
ini harus sah dan bebas riba.
5)
Bank
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian
dilakukan secara utang.
6)
Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7)
Nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati.
8)
Untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9)
Jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli Mura>bah}ah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,
menjadi milik bank.
b.
Ketentuan
Mura>bah}ah kepada nasabah
1)
Nasabah
mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2)
Jika
bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang
dipesannya secara sah dengan pedagang.
3)
Bank
kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima
(membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum
janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual
beli.
4)
Dalam
jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5)
Jika
nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar
dari uang muka tersebut.
6)
Jika
nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7)
Jika
uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a)
jika
nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa
harga.
b)
jika
nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
F. Praktek Akad Mura>bah}ah Pada Bank Syari'ah
Bank-Bank Syariah pada
umumnya telah menggunakan Mura>bah}ah sebagai metode pembiayaan
mereka yang utama, meliputi 75% dari total kekayaan mereka. Skim ini paling banyak
digunakan karena dianggap sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank
konvensional. Skim Mura>bah}ah sangat berguna bagi sesorang yang membutuhkan
barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia kemudian meminta pada bank
agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat
barang diterima. Harga jual pada pemesanan adalah harga pokok ditambah
keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual
beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.[22]
Proses pembiayaan Mura>bah}ah sederhana dapat digambarkan dalam
gambar berikut:
Dari gambar diatas dapat dijelaskan proses pembiayaan Mura>bah}ah
adalah sebagai berikut:
1.
Negosiasi dan
Persyaratan, pada tahap ini melakukan negosisasi dengan pihak bank yang
berhubungan dengan spesifikasi produk yang diinginkan oleh nasabah, harga beli
dan harga jual, jangka waktu pembayaran atau pelunasan, serta
persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh nasabah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku pada Bank Syariah.
2.
Bank membeli
produk/barang yang sudah disepakati dengan nasabah tersebut. Bank biasanya
membeli ke supplier.
3.
Akad jual beli,
setelah Bank membeli produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah,
maka selanjutnya Bank menjualnya kepada nasabah, disertai dengan
penandatanganan akad jual beli antara bank dan nasabah, pada akad tersebut
dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan jual beli Mura>bahah.
Rukun dan syarat-syaratnya harus terpenuhi.
4.
Supplier mengirim
produk/barang yang dibeli oleh bank ke alamat nasabah, atau sesuai dengan akad
perjanjian yang telah disepakati antara Bank dan nasabah sebelumnya.
5.
Tanda terima barang
dan dukomen, ketika barang sudah sampai ke alamat nasabah, maka nasabah harus
menandatangani surat tanda terima barang, dan mengecek kembali kelengkapan
dokumen-dokumen produk/barang tersebut.
6.
Proses selanjutnya
adalah nasabah membayar harga barang yang dibelinya dari bank, biasanya
pembayaran dilakukan secara cicilan dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati sebelumnya.
Dalam prakteknya pembiayaan Mura>bah}ah yang
diterapkan Bank Syariah ada 3 jenis,
sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
a)
Mura>bah}ah Modal
Kerja (MMK)
Diperuntukkan untuk
pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh
perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan Mura>bah}ah untuk
modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan
diperjualbelikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan
mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
b)
Mura>bah}ah Investasi
(MI)
Adalah pembiayaan
jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang
diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
c)
Mura>bah}ah Konsumsi
(MK)
Adalah pembiayaan
perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil.
Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang
konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berujud
obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.
G.
Manfaat dan Resiko Mura>bah}ah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Mura>bah}ah memiliki
beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada Bank Syariah. Salah satunya adalah
adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga
jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Mura>bah}ah juga sangat
sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di Bank Syariah.
Diantara resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:[23]
a. Default atau kelalaian; nasabah sengaja
tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komparatif. Ini
terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk
nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja
ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam
perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya
dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi
barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani
kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank.
Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Dijual; karena Mura>bah}ah bersifat jual
beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik
nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut,
termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko untuk default akan
besar.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Mura>bah}ah adalah akad jual
beli barang dengan menyatakan harga pokok ditambah keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
2.
Dasar hukum Mura>bah}ah
terdapat dalam : a) Al-Qur’an surah An-Nisa’ (4) ayat : 1. Surah Al-Baqarah (2) ayat : 275, 2. Surah Al-Baqarah (2) ayat : 280, 3. Surah Al-Baqarah (2) ayat 283, b) Hadits, c) Ijma’ , d) Kaidah
Fiqh, dan
e) Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI .
3.
Rukun Mura>bah}ah terdiri dari adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu penjual dan
pembeli, Obyek yang diakadkan, yang mencakup barang dan harga, Sighat
yang terdiri dari ijab dan qabul. Sedangkan syarat Mura>bahah, yaitu : mengetahui harga pokok, mengetahui besarnya
keuntungan, harga pokok dapat dihitung dan diukur, jual beli Mura>bah}ah tidak
bercampur dengan transaksi yang mengandung riba, akad jual beli pertama harus
sah.
4.
Jenis Mura>bah}ah ada dua macam : Mura>bah}ah tanpa pesanan dan Mura>bah}ah berdasarkan pesanan, berdasarkan pesanan
dibagi menjadi dua macam,
yakni : pesanan yang bersifat mengikat dan pesanan yang tidak bersifat
mengikat.
5.
Praktek
akad Mura>bah}ah yang sering dilakukan Bank Syariah ini terdiri dari:
1. Ada
tiga pihak yang terkait yaitu:
a.
Pemesan(nasabah)
b.
Penjual barang (supplier)
c.
Lembaga keuangan
2. Ada
dua akad transaksi yaitu:
a.
Akad dari penjual barang kepada lembaga
keuangan.
b.
Akad dari lembaga keuangan kepada pemesan.
3. Ada
tiga janji yaitu:
|
a.
Janji dari lembaga keuangan untuk membeli
barang.
b.
Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk
membeli barang untuk nasabah.
c. Janji mengikat dari
pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan
6. Dalam perbankan Syariah, Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada
bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih
harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah
DAFTAR PUSTAKA
Abi Abdillah Muhammad Bin Yazid Al-Qazwini
, Sunah Ibnu Majah, Juz1,Bairut Libanon : Darul Fikr, 1424 H/2004 M
Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis
Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010
Abdullah
Saeed. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina,
2004
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan
Terjemah, Surabaya : Surya Cipta Aksara, 1993
Imam Ghozali, Dasar-dasar Akuntansi Bank Syariah, Yogyakarta : Lumbung Ilmu, 2008
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik .Jakarta: Gema Insani, 2001
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu
al-Islam Wa Adillatuhu, terj. Tim Counterpart Bank Muamalat, “Fiqh
Muamalah Perbankan Syari’ah”, Jakarta : PT. Bank
Muamalah Perbankan Syari’ah”, 1999
Wiroso, Jual Beli Mura>bah}ah .Yogyakarta: UII Press, 2005
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Yogyakarta
: Logung Pustaka, 2009
75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP
archive, unpacked siz11,529,310
[1]Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan
Keuangan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010), 98
[2]Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu,
terj. Tim Counterpart Bank Muamalat, “Fiqh Muamalah Perbankan
Syari’ah”, (Jakarta : PT. Bank Muamalah Perbankan Syari’ah”, 1999),
134
[4] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked
size 11,529,310 bytes
[6] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, ( Jakarta :
PT. Raja Grafindo, 2007), 82
[14] Abi Abdillah Muhammad Bin Yazid Al-Qazwini , Sunah
Ibnu Majah, Juz 1 (Bairut Libanon : Darul Fikr, 1424 H/2004 M), 212
[15] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked
size 11,529,310 bytes
[19] Imam Ghozali, Dasar-dasar
Akuntansi Bank Syariah, (Yogyakarta : Lumbung Ilmu, 2008), 107
[20] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked
size 11,529,310 bytes
[22] Abdullah
Saeed. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. (Jakarta: Paramadina, 2004),
121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar