Sabtu, 10 Mei 2014

AKAD MURABAHAH

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Pada era sekarang, lembaga keuangan yang berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab.  Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Mura>bahah.


Mura>bah}ah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Karena keuntungan yang menjanjikan itulah sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.
  1. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mura>bah}ah ?
2. Apakah dasar hukum Mura>bah}ah dalam Islam?
1
 
3. Bagaimana rukun dan syarat Mura>bahah?
4. Apa saja jenis Mura>bahah?
5. Bagaimana ketentuan umum Mura>bah}ah menurut fatwa DSN MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000 ?
6. Bagaimana praktek akad Mura>bah}ah pada Bank Syari'ah ?
7. Bagaimana manfaat dan resiko Mura>bah}ah kepada perbankan Syariah?
C. Tujuan Penulisan
1.   Untuk mengetahui pengertian Mura>bah}ah
2. Untuk mengetahui dasar hukum Mura>bah}ah dalam Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana rukun dan syarat Mura>bahah
4. Untuk mengetahui apa saja jenis Mura>bahah
5. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan umum Mura>bah}ah menurut fatwa DSN MUI No: 04/DSN-MUI/IV/2000
6. Untuk mengetahui bagaimana praktek akad Mura>bah}ah pada Bank Syari'ah
7. Untuk mengetahui bagaimana manfaat dan resiko Mura>bah}ah kepada perbankan Syariah







BAB II
AKAD MURA>BAHAH

A.    Definisi Mura>bahah
Kata Mura>bah}ah diambil dari bahasa Arab, dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti keuntungan.[1] Sedangkan menurut istilah, Mura>bah}ah adalah :
بَيْعٌ بِمِثلِ الثمَنِ الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ                                                                            
“Jual beli dengan harga awal disertai dengan tambahan keuntungan” [2]
Menurut ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan Mura>bah}ah adalah menjual barang dengan harga pokok beserta keuntungan dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan Wahbah az-Zuhaili mendefinisikannya adalah jual beli dengan harga pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.[3]
Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Mura>bah}ah adalah “ menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba”.[4]
Jadi singkatnya, Mura>bah}ah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga pokok ditambah keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Tentang adanya “keuntungan yang disepakati”, penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.[5] Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk nominal rupiah tertentu atau persentase dari harga pembeliannya.[6]
Jual beli Mura>bah}ah pada hakikatnya adalah jual beli amanah (berdasarkan kepercayaan) dan transparan, karena pihak pembeli mempercayai perkataan pihak penjual tentang harga perolehan (pokok) suatu barang yang menjadi obyek jual beli tanpa ada bukti dan sumpah, sehingga harus terhindar dari khianat dan prasangka buruk.[7] Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Anfal 27:
$pkšr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ  
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.[8]

Rasulullah SAW bersabda :
مَنْ غَـشَّـنَا فـَلـَيْسَ مِنَّا
”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia tidak termasuk golongan kami”  (HR. Muslim).

Oleh karena itu, untuk menjaga kepercayaan tersebut maka ada beberapa hal yang mesti dijelaskan kepada pembeli, diantaranya adalah :[9]


a)      Adanya cacat atau aib yang terjadi pada obyek jual beli
Jika dalam jual beli Mura>bah}ah terdapat cacat pada barang, maka dalam hal ini ada dua pendapat ulama fiqh, yaitu: menurut ulama Hanafiyah, penjual tidak perlu menjelaskan adanya cacat pada barang, karena cacat itu merupakan bagian dari harga barang tersebut. Sementara jumhur ulama tidak membolehkan menyembunyikan cacat barang yang dijual karena hal tersebut termasuk khianat.
b)      Terjadinya penambahan pada obyek
Jika terdapat unsur tambahan pada barang yang dijual seperti obyeknya melahirkan anak, jika obyek itu binatang, atau obyek tersebut berbuah, maka menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah hal tersebut tidak boleh dijual secara Mura>bah}ah sampai ada penjelasan, karena sesuatu yang tumbuh atau berasal dari obyek jual beli merupakan bagian dari obyek tersebut tanpa harus mengurangi harga.
B.     Dasar Hukum Mura>bahah
a.  Al-Qur’an         
1) Surah An-Nisa’ (4) ayat : 29
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya:   “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”[10]

2) Surah Al-Baqarah (2) ayat : 275

……. ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4
Artinya : ...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba. [11]

3) Surah Al-Baqarah (2) ayat : 280
bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ  
Artinya:    “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.[12]

4) Surah Al-Baqarah (2) ayat 283:
 bÎ)ur óOçFZä. 4n?tã 9xÿy öNs9ur (#rßÉfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsãù=sù Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ  

Artinya:    “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[13]

b. Hadits

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيِّ الْخَلاَّلُ, حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنِ ثَابِتٍ الْبَزَّار. حَدَّثَنَا نَصْرُ بْن القَا سِمِ, عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ (عَبْدِ الرَّحِيْمِ) بْنِ دَاوُدَ, عَنْ صَالشحِ بنِ صُهَيْبٍ, عَنْ اَبِيْهِ, قَالَ: قَالَ رسول الله عليه وسلّم, ثَلاَثُ فِيْهِنَّ الْبَرَكَةُ, اَلْبَيْعُ اِلَى اَجَلٍ, وَالْمُقَا رَضَةُ وَاَخْلاَطُ الْبِرَّ بِاالشِّعِيْرِ لِلْبَيْتِ, لاَلِلْبَيْعِ.

Artinya:    “Diriwayatkan oleh Hasan bin Ali al-Khallal, diriwayatkan oleh Bisyru bin Tsabit al-Bazzar. Diriwayatkan oleh Nashr bin Qasim dari Abdir Rahman bin Daud. Dari Shalih bin Shuhaib ra, dari ayahnya berkata : bahwa Rasulullah Saw bersabda : “ Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan ; jual beli secara tangguh, muqaradah (Mura>bahah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majjah).[14]

c. Ijma ‘
 Mayoritas ulama berpendapat tentang kebolehan jual beli dengan cara Mura>bah}ah seperti Ibnu Rusyd, dan al-Kasani.
d. Kaidah Fiqh, yang menyatakan:
الأَصْلُ فِى المُعَامَلاَتِ الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

e. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI :
a)        Nomor 4/ DSN-MUI IV/ 2000 tanggal 1 April 2000 tentang Mura>bahah,
b)        Nomor 13/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Uang Muka Dalam Mura>bahah,
c)        Nomor 16/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Diskon Dalam Mura>bahah,
d)       Nomor 17/ DSN-MUI IX/ 2000 tanggal 16 September 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran, dan
e)        Nomor 23/ DSN-MUI/ III/ 2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Mura>bahah.[15]
C.  Rukun dan Syarat Mura>bahah
Mura>bah}ah sebagai salah satu bentuk jual beli yang memiliki rukun yang harus dipenuhi, sehingga Mura>bah}ah dapat dikatakan sah menurut syari’at dan rukun dari Mura>bah}ah itu sendiri adalah sebagai berikut :[16]
a.       Adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu:
a)      Bai (penjual)
b)      Musytary (pembeli)
b.      Obyek yang diakadkan (Ma’qud ’Alaih), yang mencakup:
a)      Mabi’ (barang yang di jualbelikan)
b)      Tsaman (harga)
c.        Sighat yang terdiri dari:
a)      Ijab (serah)
b)      Qabul (terima)

Adapun syarat Mura>bahah, Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam jual beli Mura>bah}ah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu :[17]
1.      Mengetahui harga pokok
Dalam jual-beli Mura>bah}ah disyaratkan pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pokok atau harga asal karena mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan Mura>bahah, seperti pelimpahan wewenang (tauliyah), kerjasama (Isyrak), dan kerugian (Wadhi’ah), karena semua transaksi ini berdasarkan pada harga pertama. Jika tidak mengetahuinya, maka jual beli tersebut tidak sah hingga di tempat transaksi. Dan jika tidak diketahui hingga keduanya meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transaksi itu.
2.      Mengetahui besarnya keuntungan
Mengetahui jumlah (margin) keuntungan adalah keharusan, karena keuntungan merupakan bagian dari harga, sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual-beli.
3.      Harga pokok dapat dihitung dan diukur
Harga pokok harus dapat diukur, baik menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Harga bisa menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda. Syarat ini diperlukan dalam Mura>bahah, baik ketika jual beli dilakukan dengan penjual yang pertama dan seterusnya.
4.       Jual beli Mura>bah}ah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba.
5.      Akad jual beli pertama harus sah.
Jika akad pertama tidak sah maka jual beli Mura>bah}ah tidak boleh dilaksanakan, karena Mura>bah}ah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli pertama tidak sah maka jual beli Mura>bah}ah selanjutnya juga tidak sah.
D.    Jenis Mura>bahah
Mura>bah}ah dapat dibedakan menjadi dua macam :
1.      Mura>bah}ah tanpa pesanan, maksudnya pihak Bank Syariah tetap menyediakan barang dagangannya, walau ada atau tidak ada yang memesan atau membeli. Penyediaan barang pada Mura>bah}ah ini tidak terpengaruh atau terikat langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli.
2.      Mura>bah}ah berdasarkan pesanan, maksudnya pihak Bank Syariah baru akan melakukan transaksi Mura>bah}ah apabila ada nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada Mura>bah}ah ini, pengadaan barang sangat terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut. [18]



Mura>bah}ah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni :
a.       Mura>bah}ah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat, maksudnya barang yang sudah dipesan atau dibeli harus dibeli. Dalam prakteknya, Bank Syariah dapat melakukan cara untuk mengikat nasabah adalah :
a)      Meminta uang muka (urbun) dari harga barang kepada nasabah. urbun adalah suatu bukti keseriusan dalam transaksi Mura>bahah. Menurut PSAK 59 paragraf 59 menyebutkan bahwa bank dapat meminta kepada nasabah berupa urbun sebagai uang muka pembelian barang pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat.[19]Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 13/DSN-MUI/IX/2000 juga menjelaskan tentang Uang Muka Dalam Mura>bahah, yang bunyinya sebagai berikut:[20]
a)        Dalam akad pembiayaan Mura>bahah, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
b)        Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
c)        Jika nasabah membatalkan akad Mura>bahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
d)       Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
e)        Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
b).  Adanya jaminan
Jaminan merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan tersebut merupakan second way out apabila nasabah tidak dapat menyelesaikan kewajibannya dengan cara menjual jaminan tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Dalam fatwa DSN MUI dijelaskan tentang ketentuan jaminan dalam Mura>bah}ah :
a)      Jaminan dalam Mura>bah}ah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
b)      Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
b.      Mura>bah}ah berdasarkan pesanan dan tidak bersifat mengikat, maksudnya walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
Sedangkan jika dilihat dari cara pembayarannya, maka Mura>bah}ah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan cicilan (Mura>bah}ah muajjal). Mura>bah}ah muajjal dicirikan dengan adanya penyerahan barang di awal akad dan pembayaran kemudian baik dalam bentuk angsuran maupun dalam bentuk lump sum (sekaligus). Bank akan dapat memberikan potongan kepada nasabah apabila :[21]
a)      Mempercepat pembayaran cicilan, dan
b)      Melunasi piutang Mura>bah}ah sebelum jatuh tempo

MURA>BAHAH
 
 


Rounded Rectangle: TANPA PESANAN           
 




                                                                                       

E.     Ketentuan Umum Mura>bah}ah Menurut Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
a.       Ketentuan Umum Mura>bah}ah dalam Bank Syariah
1)      Bank dan nasabah harus melakukan akad Mura>bah}ah yang bebas riba.
2)      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
3)      Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4)      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5)      Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6)      Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7)      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8)      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9)      Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli Mura>bah}ah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
b.      Ketentuan Mura>bah}ah kepada nasabah
1)      Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2)      Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3)      Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4)      Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5)      Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6)       Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7)      Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a)      jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b)       jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
F.  Praktek Akad Mura>bah}ah Pada Bank Syari'ah
Bank-Bank Syariah pada umumnya telah menggunakan Mura>bah}ah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi 75% dari total kekayaan mereka. Skim ini paling banyak digunakan karena dianggap sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank konvensional. Skim Mura>bah}ah sangat berguna bagi sesorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia kemudian meminta pada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan bersedia menebusnya pada saat barang diterima. Harga jual pada pemesanan adalah harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.[22] Proses pembiayaan Mura>bah}ah sederhana dapat digambarkan dalam gambar berikut:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5Hd_zCYR_83T48e3_xJsRki5RRzAQjA-X0NbtUJIcdThYsIihdBr71cwhe4fPh4yMcaFuo7z5ChLeVI_3S0Xh0g_aAHhEU8mvBiuYKoNjZM196BMGBvs1VmAdOOHcjTQjLr6VUNsUaduX/s1600/a.jpg

Dari gambar diatas dapat dijelaskan proses pembiayaan Mura>bah}ah adalah sebagai berikut:
1.      Negosiasi dan Persyaratan, pada tahap ini melakukan negosisasi dengan pihak bank yang berhubungan dengan spesifikasi produk yang diinginkan oleh nasabah, harga beli dan harga jual, jangka waktu pembayaran atau pelunasan, serta persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Bank Syariah.
2.      Bank membeli produk/barang yang sudah disepakati dengan nasabah tersebut. Bank biasanya membeli ke supplier.
3.      Akad jual beli, setelah Bank membeli produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan nasabah, maka selanjutnya Bank menjualnya kepada nasabah, disertai dengan penandatanganan akad jual beli antara bank dan nasabah, pada akad tersebut dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan jual beli Mura>bahah. Rukun dan syarat-syaratnya harus terpenuhi.
4.      Supplier mengirim produk/barang yang dibeli oleh bank ke alamat nasabah, atau sesuai dengan akad perjanjian yang telah disepakati antara Bank dan nasabah sebelumnya.
5.      Tanda terima barang dan dukomen, ketika barang sudah sampai ke alamat nasabah, maka nasabah harus menandatangani surat tanda terima barang, dan mengecek kembali kelengkapan dokumen-dokumen produk/barang tersebut.
6.      Proses selanjutnya adalah nasabah membayar harga barang yang dibelinya dari bank, biasanya pembayaran dilakukan secara cicilan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati sebelumnya.
Dalam prakteknya pembiayaan Mura>bah}ah yang diterapkan Bank  Syariah ada 3 jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
a)      Mura>bah}ah Modal Kerja (MMK)
Diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan Mura>bah}ah untuk modal kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan terdiri dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pokok masing-masing barang.
b)      Mura>bah}ah Investasi (MI)
Adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proyek baru.
c)      Mura>bah}ah Konsumsi (MK)
Adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya. Jaminan yang digunakan biasanya berujud obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan tempat tinggal.
G.    Manfaat dan Resiko Mura>bah}ah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Mura>bah}ah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada Bank Syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Mura>bah}ah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di Bank Syariah.
Diantara resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:[23]
a.       Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b.     Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c.      Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d.      Dijual; karena Mura>bah}ah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko untuk default akan besar.




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Mura>bah}ah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga pokok ditambah keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
2.      Dasar hukum Mura>bah}ah terdapat dalam : a) Al-Qur’an surah An-Nisa’ (4) ayat : 1. Surah Al-Baqarah (2) ayat : 275, 2. Surah Al-Baqarah (2) ayat : 280, 3. Surah Al-Baqarah (2) ayat 283, b) Hadits, c) Ijma’ , d) Kaidah Fiqh, dan
e) Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI .
3.      Rukun Mura>bah}ah terdiri dari adanya pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu penjual dan pembeli, Obyek yang diakadkan, yang mencakup barang dan harga, Sighat yang terdiri dari ijab dan qabul. Sedangkan syarat Mura>bahah, yaitu : mengetahui harga pokok, mengetahui besarnya keuntungan, harga pokok dapat dihitung dan diukur, jual beli Mura>bah}ah tidak bercampur dengan transaksi yang mengandung riba, akad jual beli pertama harus sah.
4.      Jenis Mura>bah}ah ada dua macam : Mura>bah}ah tanpa pesanan dan Mura>bah}ah berdasarkan pesanan, berdasarkan pesanan dibagi menjadi dua macam, yakni : pesanan yang bersifat mengikat dan pesanan yang tidak bersifat mengikat.
5.      Praktek akad Mura>bah}ah yang sering dilakukan Bank Syariah ini terdiri dari:
1.  Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a.       Pemesan(nasabah)
b.      Penjual barang (supplier)
c.       Lembaga keuangan
2.  Ada dua akad transaksi yaitu:
a.        Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b.        Akad dari lembaga keuangan kepada pemesan.
3.   Ada tiga janji yaitu:
20
 
a.       Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b.      Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membeli barang untuk nasabah.
c.  Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan
6.  Dalam perbankan Syariah, Mura>bah}ah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah























DAFTAR PUSTAKA


Abi Abdillah Muhammad Bin Yazid Al-Qazwini , Sunah Ibnu Majah, Juz1,Bairut Libanon : Darul Fikr, 1424 H/2004 M
Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010
Abdullah Saeed. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2004
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah,  Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemah, Surabaya : Surya Cipta Aksara, 1993
Imam Ghozali, Dasar-dasar Akuntansi Bank Syariah, Yogyakarta : Lumbung Ilmu, 2008
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik .Jakarta: Gema Insani, 2001
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, terj. Tim Counterpart Bank Muamalat, “Fiqh Muamalah Perbankan Syari’ah”, Jakarta : PT. Bank Muamalah Perbankan Syari’ah”, 1999
Wiroso, Jual Beli Mura>bah}ah .Yogyakarta: UII Press, 2005
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009
75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked siz11,529,310


[1]Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2010),  98
[2]Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu, terj. Tim Counterpart Bank Muamalat, “Fiqh Muamalah Perbankan Syari’ah”, (Jakarta : PT. Bank Muamalah Perbankan Syari’ah”, 1999), 134
[3]Ibid, 136
[4] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked size 11,529,310 bytes
[5] Wiroso, Jual Beli Mura>bahah (Yogyakarta: UII Press, 2005), 13
[6] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007), 82
[7] Wiroso, Jual Beli Mura>bahah…..18
[8] Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemah, (Surabaya : Surya Cipta Aksara, 1993), 156
[9] Wiroso, Jual Beli Mura>bahah…..20
[10] Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemah, (Surabaya : Surya Cipta Aksara, 1993), 122
[11] Ibid,55
[12] Ibid,70
[13] Ibid,71
[14] Abi Abdillah Muhammad Bin Yazid Al-Qazwini , Sunah Ibnu Majah, Juz 1 (Bairut Libanon : Darul Fikr, 1424 H/2004 M), 212
[15] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked size 11,529,310 bytes
[16] Wiroso, Jual Beli Mura>bahah…..16
[17] Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu……178
[18] Wiroso, Jual Beli Mura>bahah…..16
[19] Imam Ghozali, Dasar-dasar Akuntansi Bank Syariah, (Yogyakarta : Lumbung Ilmu, 2008), 107
[20] 75-Fatwa-DSN-MUI.zip\Fatwa DSN MUI - ZIP archive, unpacked size 11,529,310 bytes

[21] Adiwarman A. Karim, Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan…..116



[22] Abdullah Saeed. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. (Jakarta: Paramadina, 2004), 121

[23] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), 102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar